Lamine Yamal

Lagi, Lamine Yamal Berikan Respons Berkelas Saat Dibanding-bandingkan dengan Lionel Messi

Lamine Yamal, Perjalanan karier Lamine Yamal sejak melakoni debut di Barcelona pada usia 15 tahun terus menjadi sorotan dunia sepak bola. Hanya dalam rentang dua setengah tahun, ia menjelma menjadi salah satu pemain paling menjanjikan di level tertinggi. Gaya bermainnya yang eksplosif, kreativitas dalam dribel, serta kemampuannya membaca permainan membuat Yamal kerap disebut sebagai salah satu bintang muda paling potensial di generasinya.

Dalam sebuah wawancara eksklusif bersama CBS melalui program 60 Minutes. Yamal membuka banyak sisi personal terkait perjalanannya sebagai pesepak bola muda yang menghadapi tekanan luar biasa. Pembicaraan tersebut mencakup bagaimana ia memandang kemampuan dribelnya. Situasi di lapangan, hingga responsnya terhadap perbandingan yang tak kunjung hilang—perbandingan dengan Lionel Messi, legenda terbesar dalam sejarah Barcelona.

Yamal Cerita Soal Dribel dan Tekanan pada Bek Lawan

Salah satu aspek permainan yang membuat nama Yamal cepat dikenal adalah kemampuan dribel yang begitu natural. Dalam wawancara tersebut, Yamal mengakui bahwa gaya bermainnya memang kerap menyulitkan para pemain bertahan. Ia menggambarkan situasi itu dengan cara yang santai namun menunjukkan pemahaman mendalam tentang psikologi permainan di lapangan.

“Jika saya seorang full-back, saya tidak akan suka menghadapi pemain yang jauh lebih baik dari saya dan terus lolos dari saya setiap waktu,” ujar Yamal sambil tersenyum.

Pernyataan tersebut menggambarkan bagaimana Yamal dengan jujur menempatkan dirinya dalam perspektif pemain bertahan. Ia memahami bahwa ketika seorang pemain bertahan terus-menerus dilewati oleh dribelnya, tekanan yang muncul tak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial. Pemain bisa merasa malu, apalagi di era media sosial yang cepat membuat setiap momen viral.

“Saya akan meminta mereka ‘tolong pelan sedikit,’ kalau tidak orang-orang akan membuat meme tentang itu,” tambahnya dalam nada bercanda.

Komentar tersebut memantulkan sisi dewasa dari seorang pemain yang masih sangat muda. Ia tahu bahwa kemampuan dribelnya bukan sekadar kelebihan teknis, tetapi juga elemen yang dapat memengaruhi mental lawan. Yamal sadar dirinya menghadirkan ancaman yang memaksa bek untuk berpikir dua kali sebelum melakukan tekel atau menjaga jarak terlalu dekat.

Menjawab Perbandingan Abadi dengan Lionel Messi

Selama karier singkatnya sejauh ini, perbandingan dengan Lionel Messi menjadi narasi yang selalu menempel. Wajar, mengingat Yamal tumbuh dalam sistem akademi yang sama, memiliki gaya bermain yang kreatif, dan berposisi di area lapangan yang mirip dengan ikon terbesar Barcelona tersebut.

Namun, Yamal kembali menunjukkan kedewasaan ketika pertanyaan serupa datang lagi dalam wawancara. Ia tidak menolaknya, tetapi juga tidak tenggelam dalam narasi itu. Sebaliknya, ia memberikan jawaban yang penuh hormat dan tepat sasaran.

“Saya menghormatinya, pada akhirnya, atas apa yang telah ia lakukan, atas apa arti dia bagi sepak bola. Dan jika suatu hari kami bertemu di lapangan, akan ada saling menghormati. Dia yang terbaik dalam sejarah,” ujarnya.

Yamal memahami bahwa Messi bukan hanya pemain luar biasa, tetapi juga sosok yang telah meninggalkan warisan tak tertandingi di dunia sepak bola. Oleh karena itu, ia tidak terjebak dalam tekanan untuk membuktikan dirinya lebih baik atau sekadar setara dengan Messi. Baginya, menghormati legenda adalah langkah penting dalam membangun identitas pribadi.

Pernyataan itu juga mencerminkan betapa ia mampu menjaga keseimbangan antara rasa hormat dan keinginannya untuk membangun karier sendiri. Narasi perbandingan sering kali membebani para pemain muda, tetapi Yamal memilih untuk tidak membiarkan hal itu menenggelamkan dirinya.

Yamal Tegaskan Identitas: “Saya Bukan Messi”

Bagian paling menarik dari wawancara tersebut muncul ketika Yamal secara tegas menyampaikan bahwa ia tidak ingin dianggap sebagai penerus Messi. Ia menghargai status Messi sebagai legenda, tetapi ia ingin masa depannya dilihat berdasarkan kemampuan dan karakter dirinya sendiri.

“Kami berdua sama-sama tahu bahwa saya tidak ingin menjadi Messi, dan Messi tahu saya tidak ingin menjadi dia. Saya ingin mengikuti jalan saya sendiri, itu saja,” tegas Yamal.

Ungkapan tersebut menegaskan posisinya sebagai pemain yang ingin berkembang tanpa tekanan harus menyamai standar yang mungkin mustahil dicapai oleh siapa pun selain Messi sendiri. Ia memilih jalur yang lebih sehat secara mental, yaitu fokus pada proses belajar, pengalaman bertanding, serta membangun gaya bermain yang menonjolkan ciri khasnya.

Dengan pernyataan itu, Yamal mengirim pesan kepada dunia bahwa ia siap menciptakan warisan versinya sendiri. Ia tidak menolak pengaruh Messi, tetapi ia juga tidak ingin hidup dalam bayang-bayang legenda tersebut.

Kesimpulan

Wawancara Lamine Yamal bersama 60 Minutes memberikan gambaran jelas tentang mentalitas matang seorang bintang muda yang sedang menapaki jalannya menuju puncak sepak bola dunia. Ia memahami potensi yang dimilikinya, menyadari ekspektasi besar yang menyertainya, dan mampu menempatkan diri dengan bijak di tengah sorotan publik.

Dengan kemampuan bermain yang terus berkembang dan sikap rendah hati, Yamal menunjukkan bahwa masa depannya berada di jalur yang sangat cerah. Meski perbandingan dengan Lionel Messi mungkin tidak akan pernah berhenti, Yamal telah menegaskan bahwa ia adalah dirinya sendiri—seorang pemain muda yang siap menulis cerita besar atas namanya sendiri.